Saturday, December 21, 2013

Menerjemahkan Bukan Sekadar Mengalihbahasakan

Menerjemahkan itu bukan sekadar mengalihbahasakan. Proses menerjemahkan harus melalui sejumlah proses, termasuk: memahami isi, konteks, mencerna, kemudian mentransfernya ke dalam bahasa sasaran. Berikut ini beberapa poin yang saya rangkum:
  • Modal untuk menerjemahkan bukan hanya mengetahui kosakata & gramatik, tapi juga harus ada kemampuan “bercerita”, ada koherensi antar kalimat (Tidak hanya berlaku untuk novel, tapi juga buku teori). Banyak-banyaklah membaca buku. (Saya tidak menyarankan membaca berita online, karena suka banyak tata bahasa dan ejaan yang salah dalam berita online. Lagipula, bahasa jurnalistik dan bahasa buku itu berbeda. Bahasa jurnalistik itu dibuat singkat dan padat dan kerap kali menghilangkan imbuhan, terutama pada judul berita.)
  • Kalimat terjemahan harus enak dibaca, EYD harus benar, harus rajin membuka KBBI saat menerjemahkan. Banyak kata-kata yg kita ketahui & pakai sehari-hari, ternyata menurut KBBI ejaan tersebut salah. Contohnya: apotik --> yang benar adalah "apotek;" nafas --> napas, jaman --> zaman, analisa --> analisis, orangtua --> orang tua, sepakbola --> sepak bola, olah raga --> olahraga, dll.
  • Agar lebih mengenal "sense berbahasa" dari bahasa asal, biasakanlah untuk mendengar native speaker-nya berbicara langsung. Banyak-banyaklah menonton film & mendengarkan mereka berbicara. 
  • Kamus itu PENTING. Kamus bahasa asli --> bahasa sasaran (Cth: Inggris - Indonesia), kamus idiom, kamus sinonim, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus istilah tertentu. Kamus, kamus, kamus... [Topik yang berkaitan: Butuh Berapa Kamus Saat Menerjemahkan?: http://www.sundaymorningstory.blogspot.com/2014/01/butuh-berapa-kamus-saat-menerjemahkan.html
  • Bekal ilmu yang lain juga harus banyak. Misalnya, kalau kita menerjemahkan buku tentang psikologi, hukum, atau foto, kita harus memahami bidang tersebut. Kita harus tahu banyak bidang, sekalipun hanya menerjemahkan novel. Karena kadang dalam novel pun, kalau ternyata tokoh utamanya adalah seorang akuntan dan penulis buku mendeskripsikan dengan detail tentang apa yang si tokoh kerjakan, kita juga berkewajiban menerjemahkannya dengan benar. [Topik yang berkaitan: Bijak Dalam Memilih Bahan Terjemahan: http://www.sundaymorningstory.blogspot.com/2013/12/memilih-bahan-terjemahan-tertentu.html]
  • Jika ada bagian-bagian tertentu yang perlu "disensor," bicarakanlah dengan editor. Misalnya adegan kekerasan atau adegan dewasa yang tidak sesuai dengan kultur indonesia.
  • Jangan saklek menerjemahkan apa adanya banget. Jangan menerjemahkan secara harfiah, tapi harus mempertimbangkan konteks yang tepat. Kadang-kadang penulis menggunakan kata-kata yang seperti ini: "He setting out milk for the cat." "Setting out" di sini kurang tepat kalau dialihbahasakan secara harfiah jadi "mengeset," tapi lebih tepat "menuangkan."  Contoh lain: "He shoot the duck." Kalau konteksnya si tokoh sedang memegang senapan, maka terjemahannya menjadi "Dia menembak bebeknya." Tapi kalau konteksnya si tokoh sedang memegang kamera, maka terjemahan yang tepat adalah, "Dia memotret bebeknya."
  • Menerjemahkan novel dan buku teks tentu saja berbeda. Bahasa buku teks lebih lugas dan langsung daripada novel. Kadang untuk buku teks  editor meminta "ramu & ceritakan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami." Untuk novel, hal itu tentu saja tidak berlaku. Kita sebisa mungkin harus patuh dengan bahasa asli.
  • Dalam novel terutama, kosakata Anda dalam bahasa sasaran harus kaya, misalnya: melihat, melirik, memelototi, menatap, memerhatikan, mendelik, mengamati, memandang. Jangan melulu memakai kata "melihat" di sepanjang buku, padahal terjemahan yang lebih tepat adalah "melirik."
  • Kita harus bisa mengoreksi penulis kalau penulis melakukan kesalahan, entah itu typo atau salah tulis, karena (walaupun sangat jarang, tapi) kadang penulis juga bisa salah dan tidak konsisten dan kadang hal itu lolos dari pengamatan editornya. Tapi kalau Anda ragu, coba tanyakanlah kepada editor untuk lebih memastikan. Contoh: Di sepanjang buku dia selalu menulis "subjek foto" untuk orang maupun benda yang dia potret. Tetapi tiba-tiba dia menulis "objek foto." Nah, tugas Andalah untuk mengoreksinya menjadi "subjek foto.". Sekali lagi, jangan terlalu saklek. Tetap perhatikan konteks. [Topik yang berkaitan: Saran untuk Penerjemah Pemula: http://www.sundaymorningstory.blogspot.com/2013/08/sedikit-saran-untuk-teman-teman-yang.html

No comments:

Post a Comment